Ketika Kita Tak Saling Berkata


Oleh Ardi Mulyana H.

Apa lagi yang harus kukata?
Selain dera dalam kata
Selain lelah dalam rasa
Ketika kita tak saling berkata
Apa maumu?
Yang seperti itu
Udara, angin, awan, dan keluhan
Aku tak pernah lagi berharap
Bahkan lelah
Terlalu besar peluh ini
Aku tak bisa lagi bersembunyi di balik puisi-puisi ini
Kata-katamu itu manis namun meluka
Mungkin ini, entahlah

Kampus Bumi Siliwangi, Januari 2012

Reviu Jurnal Semantik

Relating The Prefix {Meng-} and {Ber-} To Verb Roots: A Semantic Mapping. By Dadang Sudana. Universitas Pendidikan Indonesia. Masyarakat Linguistik Indonesia, Tahun ke-27, No. 2, Agustus 2009.
Direviu oleh Ardi Mulyana Haryadi, Universitas Pendidikan Indonesia

Pendahuluan
Dalam bahasa Indonesia persoalan pengimbuhan atau afiksasi memerlukan studi lanjutan mengenai persoalan makna (semantik) antarimbuhan yang memiliki pergeseran makna. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mengalami afiksasi dan pengimbuhan sangat penting karena persoalan makna yang berbeda. Oleh karena itu persoalan tentang proses morfologis sangat erat kaitannya dengan aspek semantis. Misalnya saja kata tercinta dan dicinta memiliki perbedaan makna meskipun dari bentuk asal yang sama. Dalam hal ini prefiks ter- dan di- mempunyai peran sebagai pembeda makna. Kata tercinta sebagai nomina tentu berbeda dengan dicinta sebagai bentuk verba. Dengan demikian perbedaan afiks sebagai sentral makna sangat penting dalam bahasa Indonesia sebagaimana telah disebutkan di atas. Misalnya saja penggunaan konfiks me-i dan me-kan mempunyai makna yang berbeda pula. Seperti pada contoh kalimat “Kepala sekolah menugaskan para siswa untuk datang ke sekolah tepat waktu” dan kalimat “Kepala sekolah menugasi para siswa untuk datang ke sekolah tepat waktu.” Di sini jelas ada perbedaan antara kata menugaskan dan menugasi karena konfiks me-kan mempunyai makna ‘membuat’, sedangkan me-i mempunyai makna memberi. Jika kita menganalisis pada kalimat pertama maka siswa yang dibuat tugas dan bukan yang diberi tugas. Perbedaan ‘buat’ dan ‘beri’ tentulah dua hal yang berbeda. Dan pada kenyataannya hal ini banyak para pengguna bahasa Indonesia telah salah kaprah. Mengapa? Antara menugaskan dan menugasi dianggap dua kata yang mempunyai makna sama. Tentu sangat berbeda. Seringkali dalam surat-surat resmi penugasan ditemukan kalimat “Kepala sekolah menugaskan para guru untuk mengikuti rapat...” Dengan kalimat seperti itu aspek semantisnya ‘kepala sekolah yang membuat tugas para guru’ padahal yang betul ‘kepala sekolah yang memberi tugas kepada para guru’. Demikianlah contoh sederhana bahwasanya betapa pentingnya aspek semantis dalam imbuhan bahasa Indonesia. Serupa pula dalam jurnal ini bahwa antara prefiks meng- dan ber- mempunyai aspek semantik yang berbeda meskipun sama berkategori verba.

1.      Isi Jurnal
Jurnal yang berjudul Relating The Prefix {Meng-} and {Ber-} To Verb Roots: A Semantic Mapping ini mengetengahkan persoalan makna gramatikal yang muncul ketika sebuah afiks melekat pada bentuk dasarnya. Adanya perbedaan makna tersebut menjadi dasar dari peneliti untuk menguak apa saja hal yang mendasarinya. Korpus (data bahasa) dipilah-pilah ke dalam kelas semantik dari 70.000 data dipilih secara random sehingga yang menjadi sampel sekitar 30.000 kata. Korpus tersebut dicari maknanya antara bentuk dasar verba yang dilekati oleh prefiks {meng-} dan prefiks {ber-} sehingga diperoleh kejelasan makna di antara keduanya. Alwi et al. (2003: 87) mengemukakan beberapa ciri verba, di antaranya:
1.1    verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
1.2    Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
1.3    Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’.
1.4    Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan.
Dengan demikian, cirri-ciri verba yang diungkapkan di atas memanglah mempunyai tempat khusus dengan kelas khusus pula. Maksudnya adalah bahwa verba mengandung suatu perbuatan atau aksi. Verba pula tidak bisa dilekati oleh prefiks ter- karena mempunyai makna ‘paling’. Verba bisa memberi jawaban atas pertanyaan Apa yang dilakukan oleh subjek? Misalnya saja pada kalimat, “Ayah berjualan kaos di Gazibu” pada kalimat tersebut kita bisa bertanya Apa yang dilakukan oleh ayah? Dan verbalah jawabannya ‘berjualan.’ Berikut akan dikutip contoh kalimat dari jurnal ini.
(1)    Pencuri itu lari.
Thief that run
‘That thief ran away.’
(Alwi et al., 1998: 87; dalam Sudana, 2099)
The verb lari ‘run’ in [1.1] is the answer to the question what has been done by the thief? The answer to that question is pencuri itu lari ‘the thief ran away’; hence, lari ‘run’ is an action verb.

Pada kutipan dari jurnal di atas bahwa analoginya sama dengan apa yang diungkapkan sebelumnya. Apa yang dilakukan oleh pencuri itu? verba lari menjadi jawabannya. Lalu dalam jurnal ini pula diungkapkan beberapa kategori state verbs atau keadaan verba. State verbs digambarkan oleh Jackson (1990: 9; dalam Sudana, 2009) “To the way people or things are, what ther are like, the condition they are in, where they are, the position they have taken up, and the like.” Berdasarkan pernyataan barusan bahwa state verbs mempunyai beberapa ciri (a) qualities, (b) temporary states, (c) private states, and (d) stance (Jackson, 1990: 10-11; dalam Sudana, 2009).

(2)   It was a quiet place.
(3)   She was silent again
(Jackson, 1990: 9; dalam Sudana, 2009)

Jika dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia, kalimat (2) Itu adalah sebuah tempat yang tenang, (3) Dia (perempuan) telah tenang lagi. Berdasar dari makna kalimat itu, state verbs dari kalimat (2) menyatakan makna tempat attau lokasi, sedangkan pada kalimat (3) verba menyatakan keadaan dari subjek. Katz (1972; dalam Sudana, 2009) menghasilkan kerangka semantis untuk state verbs pada formula 1.1

            [F1.1] . . . {State Verb}
a. (quality) …
b. (temporary state) …
c. (private state) (intellectual) …
(private state) (emotion/attitude) …
(private state) (perception) …
(private state) (bodily sensation) …
d. (stance) …
Formula 2.1 Semantic framework of affixation for Bahasa Indonesia state verbs

Selain state verbs dalam jurna ini membahas pula apa itu event verbs atau verba yang merujuk pada peristiwa atau seseutu yang sedang terjadi. Jacson (1990: 12; dalam Sudana) berpendapat,
no stated human or other animate instigator or agent for an event: they simply occur. In essence this is the feature which distinguishes events from actions. Actions are set in train by a (usually) human agent; events occur without a human instigator being involved.

Ada beberapa hal yang terjadi yang dikemukakan oleh verba. Misalnya saja tiba, mencoba, dan melukai. Katz (1972; dalam Sudana, 2009) menggambarkan,

[F1.3] . . . {Event Verb}
a. (goings-on) …
b. (process) …
c. (momentary event) …
d. (transitional event) …
Formula 1.3 Semantic framework of affixation for Bahasa Indonesia event verbs

Dalam bahasa Indonesia Alwi et al. (1998: 88; dalam Sudana, 2009) digambarkan tentang verba proses.

Affixes

Verbs Roots




Events



Goings-on
Process
Momentary Event
Transition Event
{meng-}




{ber-}




Table 1.3 Semantic framework of affixation for the event verbs in Bahasa Indonesia


Dalam jurnal ini pula mengetengahkan action verbs atau verba yang melakukan aksi perbuatan. Jackson (1990: 13; dalam Sudana, 2009) berpendapat, “Actions are usually performed by human, or at leat animate, agents or instigators. They are normally the result of the exercise of a will or intention on the part of the agent. Actions are done by somebody” Misalnya saja verba mengajar dan baca yang bermakna aksi perbuatan.

Affixes

Verbs Roots




Actions



Goings-on
Process
Momentary Event
Transition Event
{meng-}




{ber-}




Table 1.5 Semantic framework of affixation for Bahasa Indonesia action verbs

Dari hasil penelitian yang tertuang dalam jurnal ini (dengan kerangka teori di atas), peneliti menemukan beberapa hasil temuan antara prefiks {meng-} dan {ber-} bedasarkan korpus data dari,

Forum Jakarta West Java
1. Forum Jakarta West Java
2. Gatra Jakarta West Java
3. Info Komputer Jakarta West Java
4. Swasembada Jakarta West Java
5. Tempo Jakarta West Java
6. Tiara Jakarta West Java


Newspapers Locations Islands
1. Bali Post Denpasar Bali
2. Banjarmasin Pos Banjarmasin Kalimantan
3. Internet sites ? ?
4. Kompas Jakarta West Java
5. Pikiran Rakyat Bandung West Java
6. Pos Kupang Kupang Kupang
7. Republika Jakarta West Java
8. Suara Merdeka Jakarta West Java
9. Surabaya Pos Surabaya East Java
10. Waspada Medan North Sumatra
Table 2.1 Names and locations of the online magazines and newspapers


Topics Number of Words Percentage
1. Business/Banks 6,247 8.93 %
2. Computer/Technology 13,701 19.59 %
3. Legal system 3,379 4.83 %
4. Social Issues 18,525 26.48 %
5. Politics 28,100 40.17 %
Total number of words 69,952 100 %
Table 2.2 Topics and word proportion in the online corpus
Antara lain,

Affixes

Number Root Lexemes



Number of Tokens



Verbs



Verbs

{meng-}

191




611


{ber-}

33



76

Total

124



687

Table 3.1 General mapping of affixation



Affixes



Verbs Roots




Quality
Temporary
states


States


Stance



Intellect
Emotion
Perception
Bodily sensation









{meng-}
14
-
7

1
4
-
-

{ber-}
3
1
-
-
-
-
2
Table 3.4 The distribution of state-verb roots

Pada tabel di atas menunjukkan 26 perbedaan antara akar leksem {meng-} dab 6 pada {ber-}.






Affixes



Verbs Roots Event




Goings-on
Process


Momentary event

Transition event

{meng-}
8
7

-

1


{ber-}
9
6

-

-

Table 3.5 The distribution of event-verb roots

Pada tabel di atas menunjukkan 16 leksem yang melampirkan prefiks {meng-} dan 15 leksem {ber-}.




Affixes



Verbs Roots Actions




Activity
Accomplishment


Momentary Act

Transition Act

{meng-}
82
48

5

14


{ber-}
10
1

-

1

Table 3.6 The distribution of action-verb roots

Pada tabel di atas diketahui action verbs ada 92 dari 161 leksem (dalam Sudana, 2009).


2.      Komentar

Penelitian ini telah mendapati temuan antara perbedaan semantis pada prefiks {meng-} dan prefiks {ber-} dalam bahasa Indonesia. Secara keseluruhan penelitian ini dapat dikatakan sebagai pemeloporan untuk bahan penelitian terhadap afiksasi lainnya dalam bahasa Indonesia yang ditinjau dari aspek semantis.

3.      Simpulan

Betapa pentingnya peranan morfologis (afiksasi) dalam menentukan makna dari sebuah kata. Oleh karena itu penggunaan afiks dalam bahasa Indonesia menuntut kecermatan berbahasa. Dengan demikian pengguna bahasa Indonesia (atau masyarakat tutur) dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Penelitian-penelitian ini diharap tidak hanya cukup sampai di sini. Akan tetapi penelitian lanjutan perlu dilakukan. Bisa jadi antarbahasa, katakanlah antara bahasa Indonesia dan bahasa Sunda, karena memiliki kedekatan baik secara geografi maupun kosakata.



REFERENSI
Alwi, Hasan et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 3rd edition. Jakarta: Balai Pustaka.

Sudana, Dadang. “Relating The Prefix {Meng-} and {Ber-} To Verb Roots: A Semantic Mappingdalam Jurnal Masyarakat Linguistik Indonesia Tahun ke-27, No. 2, Agustus 2009.

Tulisan Populer