Jika Guru Menulis
Ardi Mulyana H.
pena ini sampaikan sejuta rasa
kalimat-kalimat yang memuakkan
sebab aku telah haram di telingamu
tanganku menulis, dan mataku bersimbah air mata
mengekalkan kegilaan dengan menodai sehelai kertas
bujuk rayu serta amarah kan mengumbar kesakitan
maka dengan sepatah kata yang diambil dari benua sunyi
aku menuliskan syair ini
dan pada tempo kita bertemu
kau menjatuhkan cintaku pada lembah yang kelam
sebab, karena itu aku terjerumus pada penjara nista
tapi, rinduku padamu tiada bertepi dan padam
laksana debur ombak pangandaran kala pagi memancar
--perasaanku mati--
saat kau memeluk hasrat yang lain
kini hinaan serta cacian mengalungi raga ini
Tuhan, dengarlah, aku bukan seorang pujangga
yang meninggalkan jejak tulisan di hatinya
yang sampai mana pun kan kutak bisa menulis rahasia ini
meski horison garut keramp menyemai harapan
Tuhan, di garut swis van java kini aku tidur
menyingkap malam dari tabirnya
kedamaian serta kegalauan dari naskah drama yang kutulis
hanya berbeda sangat tipis
pada dia Tuhan aku memandang cinta
pada dia aku menjatuhkan cinta yang murni
laksana air mata ibu yang memiliki cinta
telah usang aku merundung kesedihan
dan telah keropos pula mata ini hilang airnya terkuras oleh rindu
Tuhan, dengarlah, aku bukan seorang pujangga
yang menulis sajak-sajak cinta
--perasaanku mati--
dan aku bersumpah di atas bau amis darah ini
aku kan membuat naskah drama tragedi tentang kita seperti shakespeare dengan romeo julietnya
namun sayang, aku bukanlah pujangga
tapi, jika kumau, aku kan hidup membahagiakan semua orang dengan tulisan-tulisanku
Garut, November 2010
pena ini sampaikan sejuta rasa
kalimat-kalimat yang memuakkan
sebab aku telah haram di telingamu
tanganku menulis, dan mataku bersimbah air mata
mengekalkan kegilaan dengan menodai sehelai kertas
bujuk rayu serta amarah kan mengumbar kesakitan
maka dengan sepatah kata yang diambil dari benua sunyi
aku menuliskan syair ini
dan pada tempo kita bertemu
kau menjatuhkan cintaku pada lembah yang kelam
sebab, karena itu aku terjerumus pada penjara nista
tapi, rinduku padamu tiada bertepi dan padam
laksana debur ombak pangandaran kala pagi memancar
--perasaanku mati--
saat kau memeluk hasrat yang lain
kini hinaan serta cacian mengalungi raga ini
Tuhan, dengarlah, aku bukan seorang pujangga
yang meninggalkan jejak tulisan di hatinya
yang sampai mana pun kan kutak bisa menulis rahasia ini
meski horison garut keramp menyemai harapan
Tuhan, di garut swis van java kini aku tidur
menyingkap malam dari tabirnya
kedamaian serta kegalauan dari naskah drama yang kutulis
hanya berbeda sangat tipis
pada dia Tuhan aku memandang cinta
pada dia aku menjatuhkan cinta yang murni
laksana air mata ibu yang memiliki cinta
telah usang aku merundung kesedihan
dan telah keropos pula mata ini hilang airnya terkuras oleh rindu
Tuhan, dengarlah, aku bukan seorang pujangga
yang menulis sajak-sajak cinta
--perasaanku mati--
dan aku bersumpah di atas bau amis darah ini
aku kan membuat naskah drama tragedi tentang kita seperti shakespeare dengan romeo julietnya
namun sayang, aku bukanlah pujangga
tapi, jika kumau, aku kan hidup membahagiakan semua orang dengan tulisan-tulisanku
Garut, November 2010
0 komentar:
Posting Komentar