Phonotactics: Segments in Sequence, Segment in Contrast, and Phonetic and Phonological Transcription


Oleh:
Ardi Mulyana Haryadi, S.Pd.
Hedi Setiadi, S.S.

Pendahuluan
          Sejatinya, dalam ujaran bahasa (lisan) sehari-hari tidaklah lepas dari bunyi bahasa. Terjadinya proses berbahasa dimulai dari adanya suatu bunyi. Bunyi yang tentu saja mempunyai makna di dalam suatu bahasa. Dari deretan bunyi-bunyi bahasa tersebut dapat memiliki makna. Seperti pada contoh kalimat (dengan transkripsi ortografis agar memudahkan pemahaman) [ayahmemperbaikimobilditeras]. Dalam kalimat tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu, [ayah], [memperbaiki], [mobil], [di], [teras]. Setelah itu dapat dibagi pula ke dalam beberapa bagian yang disebut silabel atau suku kata. [a], [yah], [mem], [per], [ba], [i] [ki], [mo], [bil], [di], [te], [ras].
          Lebih rumit lagi dalam bahasa Sunda karena kami mencontohkan kata dengan pengafiksasian infiks /ar/ produktif yang dalam bahasa Sunda menyatakan jamak atau plural [maranehannanamareulibajutehkabarandung]. Kami mencoba membagi ke beberapa bagian, [maranehannana], [mareuli], [baju], [teh], [ka], [barandung]. Setelah itu dapat dibagi ke dalam beberapa bagian silabel (sonoritas bunyi), [ma], [ra], [ne], [han], [na], [na], [ma], [reu], [li], [ba], [ju], [teh], [ka], [ba], [ran], [dung].
Dalam linguistik, untuk menentukan itu suatu silabel atau suku kata (ada juga yang berpendapat silabel itu kenyaringan) dapat dengan mudah hanya dengan menghitung vokal yang ada dalam kata. Seperti pada kalimat bahasa Indonesia di atas ada dua belas buah vokal. Dengan demikian dapat diidentifikasi kalimat itu bersilabel dua belas. Pada kalimat bahasa Sunda ada enam belas vokal dan secara otomatis bersilabel enam belas pula. Namun ada dua istilah yang seyogianya mesti diketengahkan dalam kajian ini yaitu, fonetik dan fonologi.
 Pertama fonetik. Menurut Kridalaksana (1993: 56) mendefinisikan fonetik sebagai, “Ilmu yang menyelidiki penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa.” Dengan merujuk pada pengertian dari ahli tersebut, di dalam linguistic, fonetik membicarakan bunyi tanpa menghiraukan bunyi tersebut membedakan arti atau tidak. Pendek kata, hanya menelaah bunyi melulu karena, “Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak” (Chaer, 2003: 103). Ada tiga kajian di dalam fonetik yaitu fonetik organis, fonetik akustik, dan fonetik auditoris. Namun kiranya yang menjadi kajian utama dalam linguistik adalah fonetik organis karena berhubungan dengan alat pengucapan bahasa.
Kedua fonologi. Ini boleh dikata sebagai cakupan dalam linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara luas. Fonologi merupakan, “Bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya” (Kridalaksana, 1993:57). Dengan kata lain, fonologi membicarakan sistematisasi bunyi-bunyi dalam bahasa. Sebagai contoh bunyi [e] pada [sate], [kera], [pemerintah], dan [kesehatan] dapat diidentifikasi perbedaan bunyi [e] pepet dan nonpepet.
Sebagai ilustrasi, dalam fonologi bahasa Sunda dikenal dengan adanya asimilasi. Menurut Kridalaksana (1993: 18) asimilasi didefinisikan sebagai, “Proses perubahan bunyi yang mengakibatkannya mirip atau sama dengan bunyi lain di dekatnya.” Seperti lesapnya fonem /m/ ketika bertemu /b/, fonem /n/ ketika bertemu /d/, dan fonem /g/ ketika bertemu /ng/. Sebenarnya kami sangat yakin bahwa kata di dalam bahasa Sunda jika fonem-fonem di atas bertemu maka asimilasi (fonetis) sering terjadi. Seperti pada contoh kata di bawah ini.
 /kolomberan/ à /kolomeran/
/kembang/ à /kemang/
/ember/ à /emer/
/kendang/ à /kenang/
/bendo/ à /beno/
/sendal/ à /senal/
/teundeun/ à /teuneun/
/kendi/ à /keni/
/sanggeuk/ à /sangeuk/
/sanggap/ à /sangap/
/teunggeul/ à /teungeul/
/eunggal/ à /eungal/
/enggal/ à /engal/
Itu merupakan sebagian kecil dalam bahasa Sunda. Silakan dicari kata apa lagi yang beranalogi seperti di atas. Lesapnya atau luluhnya fonem-fonem tersebut dapat diperikan sebagai berikut. Fonem /m/ dan /b/ dihasilkan secara bilabial voiced—bibir atas bertemu bibir bawah—namun yang membedakan /m/ dari atas ke bawah, sedangkan /m/ dari bawah ke atas. Fonem /n/ dan /d/ dihasilkan secara apiko-alveolar voiced—ujung lidah dan kaki gigi—namun /n/ dari bawah ke atas, sedangkan /d/ dari atas ke bawah. Dan fonem /g/ dan /ng/ dihasilkan secara dorsoveral voiced—pangkal lidah dan langit-langit lunak—fonem /g/ menghembuskan udara ke luas, sedangkan /ng/ udara relatif berputar di dalam mulut.
Di bawah ini akan dibicarakan istilah-istilah dari pendapat ahli yang lazim dalam kajian fonetik dan fonologi.
-          pangkal tenggorok (larynx) – laringal ( laryngeal)
-          rongga kerongkongan (pharynx) – faringal (pharyngeal)
-          pangkal lidah (back of tongue, dorsum) – dorsal (dorsal)
-          tengah lidah (middle of the tongue, medium) – dorsal (dorsal)
-          daun lidah (blade, lamina) – laminal (laminal)
-          ujung lidah (tip, apex) – apikal (apical)
-          anak tekak (uvula) – uvular (uvular)
-          langit-langit lunak (tekak) (soft palate, velum) – velar (velar)
-          langit-langit keras (hard palate) – palatal (palatal)
-          lengkung kaki gigi, gusi (alveolae, gums) – alveolar (alveolar)
-          gigi (teeth) – dental (dental)
-          bibir (lips) – labial (labial), dan dengan dua bibir: bilabial
-          (rongga) mulut (mouth/cavity) – oral (oral)
-          (rongga) hidung (nose/cavity) – nasal (nasal)

Sumber (Verhaar, 1990: 14)

Phonotactics: Segments in Sequence
            Dalam bahasa Indonesia bentuk ortografis phonotactics lazim diindonesiakan menjadi fonotaktik. Kridalaksana (1993: 58) mengemukakan fonotaktik sebagai, “Urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa; deskripsi tentang urutan tersebut;  gramatika stratifikasi; dan sistem pengaturan dalam stratum fonemik.”
            Setiap pengguna bahasa (langue dalam peristilahan de Saussure), baik bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Spanyol, bahasa Italia, bahasa Arab, dsb. mempunyai pengetahuan mengenai sistem bunyi bahasanya. Baik itu bunyi yang gramatikal maupun nongramatikal. Hal ini disadari atas tata bahasa nurani yang dicetuskan oleh linguis Noam Chomsky. Oleh karena itu, setiap penutur bahasa memiliki kemampuan masing-masing yang automaticly terintegrasi dalam otaknya.
            Berdasarkan pemahaman tersebut, Chomsky mengeluarkan gagasan terutama ihwal kemampuan berbahasa yang dikenal dengan kompetensi-performansi. Kompetensi merupakan pengetahuan bahasa yang ada dalam benak penuturnya, sedangkan performansi adalah kemampuan mendayagunakan pengetahuan akan bahasanya. Dengan demikian, setiap penutur bahasa bisa membedakan antara bunyi dalam bahasanya dengan bunyi bahasa yang lain.
            Penutur bahasa Indonesia mengetahui kata “tradisi”, sedangkan “itrdsai” bukan. Dengan demikian penutur dalam suatu bahasa mampu mengidentifikasi kata-kata yang gramatikal dan nongramatikal. Dalam hal ini, fonotaktik merupakan suatu dasar acuan konvensi fonem yang memiliki makna dalam suatu bahasa.
            Rangkaian fonem dalam suatu bahasa tidaklah berdiri secara sembarangan. Tetapi mempunyai urutan yang tertentu. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa runtutan bunyi dalam suatu bahasa sebagai rangkaian yang mempunyai makna. Dan dapat disegmentasikan berdasarkan jeda, tekanan, dan silabel. Seperti  pada kata /makan/ terdiri dari tiga buah konsonan /m/, /k/, /n/, dan terdiri dari dua buah vocal yang sama /a/ saja. Silabel terbentuk atau terangkai dari beberapa vocal serta konsonan.
I.                   Rangkaian Klaster dalam Bunyi Bahasa
“Klaster adalah gugus konsonan dalam batas silabel” (Soeparno, 2002: 87). Klaster boleh dikata sebagai rangkaian konsonan dengan konsonan dalam suatu bunyi bahasa. Di bawah ini akan diberikan beberapa contoh sebuah klaster.
/please/            /pl/
/proud/             /pr/
/pure/               /py/
/splat/               /spl/
/spring/            /spr/
/spew/              /spy/
/trade/              /tr/
/twin/               /tw/
/stop/               /st/
                        Sumber (Wallace Steven, hal 55 tahun tidak diketahui)
Dalam bahasa Indonesia pun dapat diidentifikasi beberapa contoh klaster. Di antaranya.
/produksi/        /pr/
/drama/            /dr/
/struktur/          /str/
/prakarsa/         /pr/
/klinik/             /kl/
/kreasi/             /kr/
Sedangkan contoh klaster dalam bahasa Sunda ialah sebagai berikut.
/geblug/           /bl/
/gejlog/            /jl/
/putra/              /tr/
/tamplok/         /mpl/
/tambelar/        /mb/
/gencet/            /nc/
/gajleng/           /jl/
/geblag/            /bl/
/kencring/        /cr/
/geunjleung      /jl/
/kampak/          /mp/


Segment in Contrast
            Dalam kajian fonetik dan fonologi selain mempelajari bunyi bahasa, dipelajari juga bunyi yang mempunyai fungsi sebagai pembeda. Fonetik hanya mengkaji bunyi bahasa melulu, sedangkan fonemik mengkaji bunyi yang dapat membedakan arti. Sebelum lebih jauh, ada baiknya kita membicarakan fonem terlebih dahulu.
            Fonem merupakan satuan gramatikal yang berfungsi sebagai pembeda makna. Seperti pada kata /tap/ dan /tab/ memiliki perbedaan makna. Dengan demikian status /p/ dan /b/ boleh dikata sebagai fonem. Untuk mengetahui suatu fonem atau bukannya perlu dibandingkan dengan satuan kata yang lainnya. Dan lazim disebut sebagai satuan minimal.
            Untuk lebih jelas, kami akan mengurai beberapa contoh fonem dalam beberapa bahasa yang kami ketahui. Cara seperti di bawah ini merupakan cara pengidentifikasian fonem ala linguis struktural.

            Bahasa Indonesia
            /lari/ dan /tari/, /l/ dan /r/
            /raba/ dan /laba/, /r/ dan /l/
            /baku/ dan /bahu/, /k/ dan /h/
            /dua/ dan /tua/, /d/ dan /t/
            /perah/ dan /perih/, /a/ dan /i/
            /satu/ dan /sate/, /u/ dan /e/
            /buku/ dan /buka/, /u/ dan /a/
            /tahu/ dan /talu/, /h/ dan /l/
            /sambal/ dan /sambil/, /a/ dan /i/
            /tempe/ dan /tempa/, /e/ dan a/
            /tuduh/ dan /tadah/, /u/ dan /a/
            /cinta/ dan /pinta/, /c/ dan /p/
            /mandi/ dan /sandi/, /m/ dan /s/
            /kasih/ dan /fasih/, /k/ dan /f/
            /kembang/ dan /kembung, /a/ dan /u/
            /kendala/ dan /kendali/, /a/ dan /i/
            /mahir/ dan /mahar/, /i/ dan /a/

            Bahasa Sunda.
            /opat/ dan /opak/, /t/ dan /k/
            /awas/ dan /awis/, /a/ dan /i/
            /cadas/ dan /dadas/, /c/ dan /d/
            /lada/ dan /ladu/, /a/ dan /u/
            /gaplok/ dan /geplok/, /a/ dan /e/
            /kentrang/ dan /kentring/, /a/ dan /i/
            /cai/ dan /rai/, /c/ dan /r/
            /geblug/ dan /geblag/, /u/ dan /a/
            /matuh/ dan /matih/, /u/ dan /i/
            /peurah/ dan /peurih/, /a/ dan /i/
            /coba/ dan /loba/, /c/ dan /l/
            /bedog/ dan /bedag/, /o/ dan /a/
            /beledug/ dan /belegug/, /d/ dan /g/
            /artos/ dan /artis/, /o/ dan /i/
            /bati/ dan /pati/, /b/ dan /p/
/gebis/ dan /geulis/, /b/ dan /l/ (dalam hal ini kami keukeuh peuteukeuh bahwa /e/ dan /eu/ merupakan fonem juga)
/jago/ dan /jaga/, /o/ dan /a/
/balok/ dan /balik/, /o/ dan /i/
/kendang/ dan /kentang/, /d/ dan /t/
/cabak/ dan /cabok/, /a/ dan /o/
/hayam/ dan /haram/, /y/ dan /r/
/haji/ dan /hiji/, /a/ dan /i/
/tangkal/ dan /tangkil/, /a/ dan /i/
/uteuk/ dan /iteuk/, dan /u/ dan /i/
/salapan/ dan /dalapan/, /s/ dan /d/
/loma/ dan /loba/, /m/ dan /b/
/cabe/ dan /cape/, /b/ dan /p/
Sebenarnya masih banyak yang ingin dicontohkan, namun kiranya contoh identifikasi fonem dalam bahasa Sunda di atas cukup mempertajam pemahaman.
Bahasa Inggris
/ship/ dan /shop/, /i/ dan /o/
/sum/ dan /sun/, /m/ dan /n/
/fat/ dan /vat/, /f/ dan /v/
/back/ dan /bag/, /k/ dan /g/
/beck/ dan /beg/, /k/ dan /g/
/cot/ dan /got/, /c/ dan /g/
Jadi, kesimpulannya bahwa dalam setiap bunyi bahasa (tentu saja yang bermakna) dapat diidentifikasi sebuah fonem yang membedakan arti. Akan tetapi untuk itu mesti dikopmparasikan dengan pasangan minimalnya. Jika tidak, untuk mendapati fonem atau bukan agak terhambat. Kiranya kajian ini merupakan kajian yang sangat mendasar dalam linguistic atau ilmu bahasa. Namun demikian, seorang ahli bahasa mesti mampu mendayagunakan intuisinya dalam mengkaji ihwal fonetik dan fonologi ini.

Phonetics and Phonological Transcription
            “Transkripsi adalah suatu cara pengalihan bentuk bunyi di dalam abjad fonetis” (Soeparno, 2002: 85). Dengan kata lain, menuliskan bentuk bahasa dari bunyi bahasa. Organisasi fonetik internasional telah melakukan pengkonvensian symbol fonetik yang disebut the international phonetic alphabets (IPA).


Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Gussmann, Edmund. 2002. Phonology Analysis and Theory. Cambridge: Cambridge University Press
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa: Pengantar. Yogyakarta: Kanisius
Roca, Iggy. 1994. Generative Phonology. London: Routledge
Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana
Stevens, Wallace. … . Phonetics: The Sound of Language. ... . …
Verhaar, J. W. M. 1990. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Yule, George. 2006. The Study of Language. Cambridge: Cambridge University Press


0 komentar:

Posting Komentar

Tulisan Populer