Metode Penelitian (Bahasa)

PENELITIAN SUBJEK TUNGGAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Metode Penelitian
dari dosen Dr. Vismaia Sabariah Damaianti, M.Pd.


1UPI






Disusun oleh
Ardi Mulyana Haryadi
1103338



PROGRAM STUDI LINGUISTIK SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2011


Kata Pengantar

            Puji syukur penulis naikkan ke hadirat Alloh Swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga (tugas) makalah ini selesai pada waktunya. Adapun salah satu tujuan dari penulisan makalah Penelitian Subjek Tunggal ini ialah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Penelitian dari dosen Dr. Vismaia Sabariah Damaianti, M.Pd.
            Sejatinya, penulisan makalah yang berjudul Penelitian Subjek Tunggal ini merupakan salah satu desain metode di dalam sebuah penelitian. Hal esensi yang menyangkut penelitian tersebut tak lain merupakan penelitian yang berkonsentrasi dengan sebuah objek utama secara berkelanjutan. Dan secara garis besar merupakan penelitian yang mendalam terhadap objeknya. Penelitian tersebut setidaknya bisa memerikan atau mendeskripsikan tingkah laku dari objeknya. Seperti halnya proses berbahasa seseorang atau verbal behavior untuk kemudian dicari benang merahnya dan diberikan solusi-solusi pemecahannya.
            Dan tak lupa untuk mengucapkan rasa terima kasih terhadap dosen, Dr. Vismaia Sabariah Damayanti, M.Pd., atas bimbingannya serta arahannya kepada penulis. Tanpa bimbingan serta arahannya, maka penulis bagai berjalan di dalam gelap. Oleh karena itu, semoga Alloh Swt membalasnya dengan keberkahan serta amal soleh yang terus mengucur hingga akhir nanti. Amin. Serta kepada rekan-rekan seperjuangan di SPs Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia, penulis berhutang sayang atas motivasi serta dorongan moril kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
            Dengan sekuat tenaga apa pun penulis menyusun makalah ini masih saja dapat ditemui kesalahan. Ibarat peribahasa, “bunga harum juga ada durinya.” Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan beraneka saran, masukan, serta kritik yang sifatnya membangun dari para pembaca yang budiman. Andaikata makalah ini bermanfaat, setidaknya tujuan serta harapan dari penulis untuk menyumbang kaweruh sinareng pangarti telah tercapai.

Garut, 5 Oktober 2011


Ardi Mulyana Haryadi


Pendahuluan

            Penelitian subjek tunggal merupakan suatu desain penelitian yang menekankan pada konsep dasar prilaku dari individu sebagai tujuan utama. Penelitian tersebut bisa diterapkan pada beberapa penelitian. Salah satunya dalam penelitian linguistik, penelitian subjek tunggal ini dapat diterapkan untuk memahami serta menyelidiki berbagai persoalan yang menyangkut kemampuan (performance) berbahasa. Seperti bagaimana proses berbahasa seorang anak yang autis atau juga anak yang mempunyai kebutuhan khusus. Namun yang menjadi subjeknya yaitu individu/perseorangan.
            Creswell (2010: 244) mengatakan:
      Rancangan ini menerapkan observasi terus-menerus pada suatu individu utama. Target perilaku dari individu tersebut dibangun sepanjang waktu untuk kemudian dicari perilaku utama yang menjadi garis dasar (baseline) untuk diteliti. Perilaku dasar ini kemudian dinilai, di-treatment, sebelum pada akhirnya treatment tersebut dihentikan di tahap akhir penelitian.
            Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Terutama banyak mengekplorasi dengan subjek kesulitan anak dalam memperoleh pemahaman. Contohnya bagaimana memahami proses berbahasa seorang anak autis. Dan tentu saja penelitian subjek tunggal—dengan subjeknya yang tunggal—ini bisa menjelaskan/mendeskripsikan baik dari pemahaman, kompetensi, dan performansi berbahasanya.
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penelitian subjek tunggal ini. Yang pertama yaitu metode kualitatif yang bersifat deskriptif/menggambarkan dan memaparkan fakta secara sistematis, aktual, dan akurat berdasarkan data objek yang akan diteliti. Yang kedua yaitu metode kuantitatif dengan berusaha mendesain penelitian secara terus-menerus/eksperimen. Dan dengan objek yang berkelanjutan. Dalam artian hanya bersubjek tunggal saja.
Terutama di dalam penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian subjek tunggal ketika digunakan dalam penelitian linguistik tidaklah lepas dari perubahan perilaku (behavior modification). Oleh karena itu, di sini mengandung arti bahwa psikologi behaviorisme bisa dijadikan instrument sebagai ancar-ancar dalam penelitian ini. Dengan demikian seluruh aspek mengenai objek yang akan diteliti—terutama objek anak autis dan anak kebutuhan khusus—dapatlah digambarkan dengan seksama.


Uraian Teori

I.                   Variabel dan Sistem Pengukuran
Variabel di dalam penelitian subjek tunggal mempunyai kedudukan sebagai pembentuk ciri khas mengenai subjeknya. Variabel mengindikasikan bahwa faktor keberubahannya bergantung pada unsur-unsur yang ada di sekeliling objek penelitian. Sunanto et al. (2005: 12) mengatakan:
        Variabel merupakan istilah dasar dalam penelitian eksperimen termasuk dengan    subjek tunggal. Variabel merupakan suatu atribut atau ciri-ciri mengenai sesuatu diamati dalam penelitian. Dengan demikian variable dapat berbentuk benda atau kejadian yang dapat diamati dan diukur.
            Dengan demikian, variabel penelitian dapat diamati atau juga diobservasi. Baik dari perubahan perilaku (behavior modification) dan aspek-aspek lainnya. “Variabel biasanya bervariasi dalam dua atau lebih kategori atau dalam kontinum skor” (Creswell, 2010: 76).
            Variabel terdiri dari dua macam, yaitu variabel independen dan variabel dependen. “The independent variable is the major variable which you hope to investigate” (Hatch and Farhady, 1982: 15).
            Hatch and Farhady (1982: 15) mengemukakan, “The dependent variable, on the other hand, is the variable which you observe and measure to determine the effect of the independent variable.”
Variabel yang diamati serta diukur bisa saja terdiri dari usia, jenis kelamin, ekonomi, sosial, perilaku, dsb. Dan itu dapat diamati dalam rentang waktu tertentu. Biasanya antara variabel yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi.
Namun demikian, itu tidak melulu saling memiliki satu mata rantai. Bisa saja berdiri sendiri dan tidak mempunyai keterkaitan. Akan tetapi, semua variabel yang diamati memiliki perubahan perilaku. Yang dalam psikologi behaviorisme dikenal dengan istilah stimulus-respon-nya Pavlov yang dikembangkan dan dimodifikasi kembali oleh B. F. Skinner. Gagasan Pavlov mengenai psikologi behaviorisme ini menghasilkan suatu produk yang bernama operant conditioning. Suatu pengondisian subjek berdasarkan kondisi (lingkungan).
Sebenarnya, pencetus teori behaviorisme dirintis oleh John B. Watson, seorang ahli psikologi dari Amerika. Yang kemudian ia dijuluki sebagai Bapak Behaviorisme karena teorinya S-R (bedakan pula dengan teori S-R-nya mengenai perilaku berbahasa dari Leonard Bloomfield meski mereka berasal dari aliran yang sama).
Oleh karena itu, dalam psikologi behaviorisme memandang manusia sebagai subjek yang dapat diamati dan dipengaruhi oleh lingkungan atau perubahan perilaku objek itu sendiri. Khususnya dalam penelitian bahasa, dikenal dengan istilah Applied Behavior Analysis.
Applied Behavior Analysis (ABA) lazim diterapkan pada bidang kedokteran dengan penderita schizophrenia yang menunjukkan perubahan yang signifikan. Dengan adanya keberhasilan itu, maka metode ABA pun mulai diterapkan dalam pendidikan, pemerolehan bahasa, dsb.
II.                Desain A-B
“Pendekatan dasar bagi peneliti dengan desain A-B yaitu mengumpulkan data dari objek yang sama, dilakukan untuk mengontrol, di bawah dua kondisi atau fase” (Fraenkel and Wallen, 2008: 300). Desain ini dilakukan berdasarkan logika baseline yang merupakan suatu pengulangan-pengulangan pada perilaku objek. Desain A-B mempunyai dua struktur penilaian/pengamatan pada kondisi A (sebagai baselin) dan kondisi B (kondisi intervensi). ‘Dalam melakukan penelitian dengan desain kasus tunggal akan selalu ada pengukuran target behavior pada fase baseline dan pengulangannya pada sekurang-kurangnya satu fase intervensi’ (Hasselt dan Hersen, 1981 via Sunanto et al. 2005: 55).
Cara kerja dari desain ini, mengambil data A (baseline). Setelah didapat kemudian datanya mulai stabil atau konstan maka B (intervensi) mulai dilakukan. Setelah sampai pada tahap B (intervensi) perkembangan tahapan perilaku mulai diamati sampai menghasilkan data yang stabil. Jika prosedural desain A-B sudah dilaksanakan maka pasti didapat perbedaan keadaan dari A (baseline) terhadap hasil dari B (intervensi).
Dengan demikian, perubahan perilaku masih dapat diamati perkembangannya berdasarkan stimulus yang diberikan. Sehingga dapat menunjukkan data yang signifikan. Sunanto et al. (2005: 58) memerikan secara visual desain A-B mempunyai grafik seperti di bawah ini.



            Dalam desain A-B ini pemberian intervensi hanya satu kali dan itu tidak ada ulangan. Tentu saja dengan objek yang sama. Desain ini merupakan desain dasar dalam penelitian subjek tunggal. Oleh karena itu hasil intervensi (B) tidak bisa dijadikan tolok ukur dalam mengambil simpulan mengenai data dari objek yang diteliti. Namun ada beberapa saran dari para ahli untuk meningkatkan hasil dari desain ini, yaitu:

-          Mendefinisikan target behavior sebagai perilaku yang dapat diukur secara akurat
-          Melaksanakan pengukuran dan pencatatan data pada kondisi baseline (A) secara kontinyu sekurang-kurangnya 3 atau 5 kali (atau sampai trend dan level data diketahui secara jelas)
-          Memberikan intervensi (B) setelah kondisi baseline stabil
-          Melakukan pengukuran target behavior pada kondisi intervensi (B) secara kontinyu selama periode waktu tertentu sampai trend dan level menjadi stabil
-          Menghindari kesimpulan adanya hubungan fungsional (sebab-akibat) antara variabel terikat dan variabel bebas (Tawney dan Gast, 1984 via Sunanto et al. 2005: 56).

III.             Desain A-B-A
“Apabila menggunakan desain A-B-A (terkadang disebut desain reversal), peneliti menyimpulkan adanya baseline yang lainnya dalam periode waktu (Fraenkel and Wallen, 2008: 302). Dengan kata lain, desain A-B-A ini merupakan pengembangan dari desain A-B yang pertama dengan menambahkan baseline yang lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada adanya pengulangan, sedangkan pada desain A-B tidak.
“Penambahan kondisi baseline yang kedua ini (A2) ini dimaksudkan kontrol untuk fase intervensi sehingga memungkinkan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas dan terikat” (Sunanto et al. 2005: 59). Dengan demikian pada desain A-B-A ini sudah bisa mengambil simpulan. Sunanto et al. (2005: 62) memerikan secara visual desain A-B-A mempunyai grafik seperti di bawah ini.

Lagi-lagi jika ingin meningkatkan hasil dari desain ini, maka para ahli menyarankan beberapa hal, yaitu:
-          Mendefinisikan target behavior sebagai perilaku yang dapat diukur secara akurat
-          Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline (A1) secara kontinyu sekurang-kurangnya 3 atau 5 atau sampai trend dan level data menjadi stabil
-          Memberikan intervensi setelah trend data baseline menjadi stabil
-          Mengukur dan mengumpulkan data pada fase intervensi (B) dengan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil
-          Setelah kecendrungan dan level data pada fase intervensi (B) stabil mengulang baseline (A2) (Sunanto, et al. 2005: 60).

IV.             Desain A-B-A-B

Desain A-B-A-B merupakan penguatan (reinforcement) dari desain sebelumnya, yaitu desain A-B-A. Dengan demikian uji validitas lebih luwes dan lebih dapat dijadikan tolok ukur. “Desain A-B-A-B merupakan kombinasi dua baseline dengan dua kali pengulangan” (Fraenkel and Wallen, 2008: 302). Desain ini melakukan dua kali pengulangan treatment. Pertama dari baseline (A1) lalu intervensi dilakukan pada tahap ini. Data dari hasil pertama dikumpulkan lantas dilakukan pengulangan seperti pada tahap pertama. Sunanto et al. (2005: 66) memerikan secara visual desain A-B-A-B mempunyai grafik seperti di bawah ini.


V.                Desain Multiple Baseline

Desain ini memungkinkan untuk peneliti mengubah perilaku pada dengan intervensi terhadap dua atau lebih target behavior. Meskipun demikian, masing-masing dari target behavior harus memiliki keadaan bebas agar intervensi yang dilakukan terhadapnya bisa terlihat sesuai tanpa adanya keterkaitan antara target behavior.
“Apabila penggunaan desain multiple baseline terhadap behavior, peneliti dengan sistematis menerapkan treatment pada waktu yang berbeda untuk masing-masing target behavior sampai dengan mengalami semua treatment” (Fraenkel and Wallen, 2008: 305). Sunanto et al. (2005: 73) memerikan secara visual desain Multiple Baseline mempunyai grafik seperti di bawah ini.

















VI.             Desain Multiple Baseline Cross Conditions

Bedanya dengan desain multiple baseline. Desain multiple baseline cross conditions ini hanya mengamati satu target behavior saja dengan treatment yang berbeda-beda. Koenig dan Ross (1991;,via Sunanto et al. 2005: 79) mengemukakan sebagai berikut:

      Penelitian dengan desain multiple baseline cross conditions, peneliti melakukan   intervbensi pada seorang subjek dalam kondisi yang berbeda. Kondisi yang dimaksud pada desain ini dapat berupa dimensi waktu, aktivitas, model pengajaran, tempat, dan lain-lain.

Secara garis besar, peneliti melakukan minimal tiga kali dalam eksperimennya pada kondisi yang berbeda. Pelaksanaan intervensi pertama dilakukan ketika telah mencapai kondisi yang stabil. Dan pengamatan pada fase kedua dan ketiga (keempat) sedang dilangsungkan. Dengan demikian intervensi dilakukan sampai ketiga fase tersebut menghasilkan data-data yang stabil. Sunanto et al. (2005: 80) memerikan secara visual desain multiple baseline cross conditions mempunyai grafik seperti di bawah ini.


VII.          Desain Multiple Baseline Cross Subjects

Desain ini agak sedikit berbeda. Pasalnya desain multiple baseline cross subjects ini dilakukan pada tiga subjek yang sama dengan tiga target behavior yang sama pula. “Tiga subjek yang dipilih harus seimbang dalam beberapa hal misalnya IQ, jenis kelamin, usia, dan lain-lain sesuai dengan target behavior yang sedang diteliti” (Sunanto et al., 2005: 84).
            Pada desain ini, baseline pertama yang telah stabil diberikan intervensi dan baseline yang lainnya sedang berlangsung yang kemudian menghasilkan data yang stabil. Lalu intervensi dilanjutkan setelah baseline yang sebelumnya telah stabil. Sunanto et al. (2005: 88) memerikan secara visual desain multiple baseline cross subjects mempunyai grafik seperti di bawah ini.



Ilustrasi
I.                   Desain A-B
Dalam desain A-B ini peneliti yang sedang melakukan penelitian mengenai pemahaman akan bahasa pada anak yang mempunyai kebutuhan khusus. Target behavior ini adalah pemahaman akan bacaan yang menjadi instrument penngukuran data.
Subjek diberikan beberapa lembar bacaan lalu setelah itu subjek diberikan beberapa pertanyaan untuk mengetahui jumlah jawaban yang benar. Pengukuran dan pengamatan pada kondisi baseline (A) dilakukan secara intensif selama 3-5 hari pengamatan.
Intervensi dilakukan yaitu memberikan suatu pujian kepada masing-masing soal yang dijawabnya dengan benar. Dan setelah itu subjek melanjutkan kembali tugasnya dengan menjawab pertanyaan dari keterpahaman terhadap bacaan. Aktivitas itu berlanjut sampai pada akhirnya didapatkan hasil yang stabil.

II.                Desain A-B-A
Desain A-B-A ini menggunakan dua kali treatment pada subjeknya. Pada baseline pertama (A) target behaviornya yaitu menuliskan beberapa kata dalam bahasa daerahnya/bahasa ibunya. Subjek diamati selama beberapa hari pada fase ini.
Kemudian setelah data dianggap stabil kemudian intervensi dilakukan (B). setalah intervensi dilakukan, maka fase baseline kedua diulang lagi layaknya pada baseline pertama. Dan intervensi dilakukan oleh peneliti yaitu memberikan sebuah hadiah (bisa saja permen atau tepuk tangan/pujian) ketika subjek mampu menuliskan beberapa kata dari bahasa daerahnya/bahasa ibunya dengan baik dan benar.

III.             Desain A-B-A-B
Sunanto et al. (2005: 64) mengilustrasikan desain ini sebagai berikut:

 Seorang guru ingin mengubah perilaku seorang anak yang berperilaku agresif   yang sering memukul teman atau bahkan gurunya di kelas. Peneliti atau guru ingin memperbaiki perilaku agresif anak tersebut di mana frekuensi memukulnya ingin dikurangi atau bahkan ditiadakan. Oleh karena itu yang menjadi target behavior adalah jumlah atau banyaknya (frekuensi) perilaku memukul teman.
Untuk mengukur berapa banyak subjek memukul temannya digunakan pencatatan data kejadian (even recording) dengan merekam kegiatan subjek di kelas selama 2 jam setiap hari. Pencatatan data pada fase baseline (A1) selama 15 hari, intervensi (B1) 10 hari, baseline kedua (A2) 8 hari. Intervensinya disebut contingent exercise dengan prosedur sebagai berikut:
(1)   Peneliti atau guru akan memberikan peringatan pada subjek pada saat subjek memukul teman dengan meminta subjek melakukan duduk dan bersiri sebanyak 10 kali dengan mengatakan, Anton jangan memukul. Lakukan duduk dan berdiri 10 kali”
(2)   Jika, Anton tidak mengikuti permainan no. 1 peneliti atau guru menggunakan perintah yang lebih tegas disertai gerakan tubuh. Gerakan tubuh digunakan jika subjek tidak menghiraukan perintah verbal.
(3)   Jika perintah no. 2 juga tidak dihiraukan, peneliti atau guru akan memberikan perintah yang lebih tegas lagi yaitu menyuruh dengan menggunakan kata yang lebih keras, “Duduk!”, “Berdiri!” seperti perintah dalam latihan fisik.

IV.             Desain Multiple Baseline
Seorang peneliti meneliti seorang anak dengan kebutuhan khusus. Anak tersebut dalam pembelajaran di kelas suka berteriak-teriak tidak jelas, mengacak-ngacak rambut temannya, melempar-lempar pensil, dsb. semua target behaviornya diamati lalu peneliti berusaha mencegah serta menghilangkan perilaku subjek. Atau juga meminimalisir target behaviornya dengancara melarang subjek melakukan hal-hal tersebut.
            Peneliti dalam desain ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dari perlakuan/treatment yang dilakukan oleh peneliti. Ketika subjek melakukan target behaviornya itu, peneliti berusaha mencegahnya dengan berkata, “Itu tidak baik, nah sekarang diam ya” lalu peneliti mangalihkan perhatian subjek ke sesuatu hal yang lain.
            Ketika target behavior subjek telah terminimalisir maka peneliti memberikan suatu hadiah atau pujian terhadap subjek. Biasanya pengukuran dilakukan selama 20 hari. Pertama baseline selama 5 hari, intervensi 15 hari.

V.                Desain Multiple Baseline Cross Conditions

Peneliti ingin mengubah target behavior seorang anak yang tunarungu. Subjek tersebut kerap melakukan verbal behavior/membeo atau meracau untuk memahami bahasa isyarat dari peneliti. Desain ini dilakukan pada tiga kondisi yang berbeda. Dan pemberian intervensinya pun dilakukan dengan menunjukkan benda yang dikomunikasikan oleh peneliti kepada subjeknya. Jadi ada referensi bendanya.
            Dengan demikian, intervensi yang dilakukan oleh peneliti dilakukan pada waktu yang berbeda. Pertama pengukuran baseline biasanya dilakukan pada tiga kondisi yaitu pada saat pelajaran berhitung 10 hari, pada pelajaran membaca 15 hari, dan pada waktu hendak pulang 20 hari.

VI.                       Desain Multiple Baseline Cross Subjects

Sunanto et al. (2005: 86) mengilustrasikan desain ini sebagai berikut:

Pak Ahmad ingin mengetahui efektivitas suatu program yang disebut “self control” terhadap kemampuan melakukan tugas (on-task) pada anak autis. Yang dimaksud dengan on-task adalah kemampuan anak untuk tetap berkonsentrasi atau terus-menerus melakukan suatu kegiatan tanpa meninggalkan kegiatan tersebut. Oleh karena itu yang menjadi target behavior dalam penelitian ini adalah durasi anak autis melakukan kegiatan (mengerjakan soal berhitung). Penelitian ini dilakukan pada tiga anak autis.
Intervensi yang digunakan adalah seorang subjek mengerjakan soal matematika di ruang khusus. Di dekat subjek dipasang jam yang dapat mengeluarkan bunyi setiap tiga menit. Pada saat jam berbunyi subjek diminta untuk menghentikan bunyi jam tersebut dengan menekan tombol. Penelitian dilakukan selama 15 hari, dengan 2 sesi setiap harinya. Pengukuran pada subjek pertama: baseline 5 sesi, intervensi 15 sesi, pada subjek kedua; baseline 10 sesi, intervensi 10 sesi, pada subjek ketiga: baseline 15 sesi, intervensi 5 sesi.






Simpulan

            Penelitian subjek tunggal merupakan desain penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahu perubahan perilaku setelah pemberian intervensi pada target bahvior. Penelitian ini memerlukan pengulangan-pengulangan sebagaimana intervensi dilakukan agar memperoleh data yang stabil.
            Penelitian ini tidak bisa dijauhkan dari desain perilaku dalam psikologi pembelajaran. Desain penelitian ini berpijak pada faham behaviorisme sebagai acuan awal. Namun demikian, perilaku yang diamati dapatlah juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, mesti segera dilakukan penelitian untuk dapak membuka tabir tersebut.
            Pengembangan perilaku direkam sebagi keberprosesan dari intervebsi yang dilakukan oleh peneliti dengan subjek individual. Peneliti memberikan stimulus yang berupa rangsangan tertendu kemudian subjek merespon dengn respon agar didapat perbaikan perilaku. Perilaku ini bisa saja kinerja, aksi, dan tanggapan dari subjeknya.
            Perilaku dapat diamati serta diukur berdasarkan variable tertentu. Kemudian tahapan-tahapan baseline –intervensi mesti menunjukkan kepada data yang stabil. Biasanya yang diteliti berkaitan dengan permasalahan seperti masalah kebahasaan. Di antaranya. Kodifikasi bahasa, kompetensi-performansi bahasa, kemampuan mengingat, dan mengomunikasikan idea tau gagasan dalam bentuk lisan atau tulisan.
            Akan tetapi, aspek nonlinguistic pun dapat diamati oleh penelitian subjek tunggal ini. Seperti halnya perilaku yang menyimpang, phobia yang berlebihan, dan perilaku yang tak lazim lainnya. Ini semua dapat dikategorikan sebagai target behavior dalam penelitian subjek tunggal.






Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Cresswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fraenkel, Jack & Wallen, N. 2008. How to Design and Evaluate Research. San Fransisco: McGraw-Hill Book Co.
Hatch, Evelyn & Farhady, H. 1982. Research Design and Statistic For Applied Linguistics. Los Angeles: Newburry.
Makmun, Abin Syamsuddin. 2009. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda.
McMillan, J. & Schumacher, S. 2001. Research in Education. New York: Longman
Nababan, Sri Utari Subyakto. 1992.  Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda
Sunanto, Juang. Takeuchi, Koji. Nakata, Hideo. 2005. Pengantar Penelitian dengan Subjek Tunggal. University of Tsukuba.
Syamsuddin, A. R. dan Damaianti, Vismaia S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: UPI-Rosda.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Tulisan yang sangat bermanfaat kawan.

Anonim mengatakan...

Keren..
Subhanallah ya..
barakallah..

Posting Komentar

Tulisan Populer