Aktualisasi Puisi dalam Pendidikan dan Kehidupan

Oleh Ardi Mulyana H.

Dalam pendidikan formal, puisi lazim didefinisikan sebagai sebuah karya sastra yang imajinatif. Secara etimologi, kata puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis yang artinya penciptaan.  Dalam bahasa Inggris padanannya poetry, poem, dan poetics. Namun dewasa ini karena kedinamisan dalam bahasa (Indonesia), arti tersebut mengalami penyempitan makna sebagai “hasil karya sastra yang mempergunakan kata-kata imajinatif, estetis, asosiasi, dan humanisme.” Beragam sekali definisi orang mengenai puisi. Pertama, menurut Samuel Tylor Coleridge yang mengemukakan puisi adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah. Kedua, Edgar Allan Poe membatasi puisi sebagai kreasi keindahan yang berirama. Ketiga, John Dryden mengatakan puisi adalah ungkapan yang musikal. Keempat, Isaac Newton mengungkapkan puisi adalah nada yang penuh keaslian dan keselarasan. Kelima, Shelley menerangkan puisi sebagai rekaman detik-detik yang paling indah dalam kehidupan. Keenam, Auden menafsirkan puisi merupakan pernyataan perasaaan yang bercampur-baur. Semua definisi di atas tampaknya memiliki jalinan yang harmonis dan saling mengisi. Dan dapat diterima sebagai pengertian dari puisi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa puisi mengandung tiga unsur utama  yaitu: (1) unsur pemikiran, ide, dan emosi, (2) bentuk, (3) kesan. Hasim (2009). Sebagai sebuah karya sastra, puisi erat hubungannya dengan pendidikan dan kehidupan. Antara yang satu dan yang lainnya saling mengisi dan melengkapi. Sebagai contoh puisi karya Hartojo Anangdjaja yang berjudul “Dari Seorang Guru kepada Muridnya”, karya Chairil Anwar “Doa”, dan karya Sanusi Pane “Teratai” merupakan sebuah karya yang mencerminkan aktualisasi nilai-nilai humanisme yang mendidik. Puisi-puisi tersebut merupakan salah satu yang sering muncul dalam pembelajaran formal bahasa Indonesia di kelas. Dalam hal ini puisi merupakan cermin untuk melihat bagaimana kehidupan itu berjalan secara konkret sekaligus mengandung nilai didaktis. Tentunya di dalam pendidikan formal ihwal puisi dipelajari dalam pelajaran bahasa Indonesia—secara mendalam dipelajari di jurusan bahasa dan sastra, baik pada lembaga pendidikan guru maupun pada fakultas sastra. Lantas, apakah kontribusinya bagi dunia pendidikan? Secara tersirat, pernyataan di atas sudah tentu bisa mewakili jawabannya. Sebab di dalam puisi itu tercantum bahwa puisi sebagai hasil karya sastra mengandung sebuah nilai-nilai ajaran yang luhur (humanisme) secara tidak langsung. Dengan kata lain, mendidik lewat keindahan bahasa (Indonesia), menggerakkan hati, dan ada tindak lanjut setelah membacanya. Pendidikan itu tidak harus formal melulu. Dan secara informal pendidikan bisa disalurkan secara luas kepada khalayak ramai melalui puisi. Dengan catatan bahwa di dalam puisi harus tercantum unsur asosiasi yakni pertautan satu hal dengan hal lain karena memiliki persamaan sifat. Lantas, kata-kata yang imajinatif (diksi atau pilihan kata) dan memiliki makna tertentu yang kemudian akan melahirkan suatu susunan yang estetis dibalut dengan afektivitas penyairnya sehingga mampu menuliskan hal-hal yang sifatnya humanis.



0 komentar:

Posting Komentar

Tulisan Populer