ES BATU

Oleh Ardi Mulyana Haryadi

termangu sepi di keramaian dekat indahnya pekaja yang menguncup di pejaka
dari sebrang jalan sayup-sayup gerobak warna-warni memanggil kehidupan
mengusik dahaga yang semakin terlupakan
sejauh lirik menerawang, segar sekali kiranya sop buah itu kawan

kuacungkan telunjuk laksana sang diktator mengomando, satu mangkok Bang!
dengan senyuman, kuterima semangkok sop buah
tapi tatap ini mulai berkelahi di hadapanku dengan rangkaian besi-besi bercat gilang-gemilang baku melewat saling bersahutan
bersama kepulan asap dari cerutu mesin-mesin yang serba mewah

dorcicit! mengapa sop buah ini tak sedingin hatiku?
yang kulihat hanya sebuah es batu sedang menangis di samping nangka
wahai semata wayang es batu, ada apa gerangan dikau menangis?
mengapa hanya seorang diri dalam sop buah ini?

”teman-temanku tlah mati meleleh karena panasnya hawa nafsu kaummu,
lihat di sana di kutub utara dan selatan yang pegah itu, mereka mencair dari kebekuan hatinya
hanya daku yang mampu bertahan karena ikut bersama tukang sop buah itu
daku ingin mendinginkan dahaga manusia dengan segarnya daku dan buah hasil alam.” jawab es batu sambil menyeka air matanya

kuterdiam dan terpaku, apa maksudmu wahai es batu?
dengan lantang es batu menjawabnya, ”banyak tangan kreatif manusia yang mudah memantik jiwa sang alam dan membuat sang alam sering mengeluh sesak paru-parunya.”
kumasih tak mengerti wahai es batu,
apakah dikau rindu pada me-ji-ku-hi-bi-ni-u yang bermain dengan riak kecil di air terjun tempatnya fauna dan flora bercinta mesra?
apakah dikau mencintai lembayung di lazuardi senja yang merona itu?
apakah dikau menyayangi oksigen yang kian lama kian tenggelam?
apakah dikau memimpikan paras bintang timur yang kerap mengganggu tidurku?
apakah dikau mencandu kicau burung di hutan hujan perawan samping rumahku?

”ah, tentu wahai anak muda, ya, daku sebentar lagi umurku siang sebentar lagi akan petang sampai menghilang jelang melintang jika selang melayang kalang rembulan bintang-gemintang mulai berdatang.” kata es batu seraya memalingkan wajahnya.


Garut, Januari 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Tulisan Populer