Sebait Pesan
Oleh Ardi mulyana H.
apa yang hendak kutulis dalam syair ini semlohai anak-anakku?
rasanya hela nafas yang seringkali berbisik tentang satu jawaban
wahai anak-anakku, muda belia dikau dibalut jiwa-jiwa penuh damba
titip ibu pertiwi jikalau daku tlah tiada!
tiap waktu, daku jualah risau sendiri
melenggang, menapaki titian peraduan kesunyian
walau tanpa fajar pengetahuan yang cukup
namun, sebersit tanggung jawab menerangiku
sendu, pohon randu bergoyang menari merindu
ilmu yang sepenggal lalu, amalkan walau pilu!
tiap tarikan nafas, oksigen menyebar ke seluruh tubuh
mereka bercerita tentang Indonesia, Pancasila, dan Nasionalisme ini
rasakan, nikmat sekali duhai anak-anakku
bersenandung dalam keseorangan tanpa teman
tapi, ramai dibuai ke-terang-an
laksana bunga teratai menari di padang pasir
ingat, air yang dikau reguk sekarang
tanah yang dikau tanami sekarang
itu semua ditebus dengan darah!
ya, darah para pahlawan nan mulia
ingatlah dikau dengan sketsa senjata dahulu kala?
bambu runcing melawan penjajah sang durjana
lihatlah sekarang semlohai anak-anakku
bambu runcing menjadi pena dan penjajah menjadi rasa malas
tusuk, maju serang rasa malas itu dengan penamu
agar kesuma bangsa tersenyum melihat penerusnya
mulut berkata agar mata membaca; telinga menyimak;
dan tangan menulis sebuah cahaya pelita bagi, nusa dan bangsa
Garut, Februari 2010
apa yang hendak kutulis dalam syair ini semlohai anak-anakku?
rasanya hela nafas yang seringkali berbisik tentang satu jawaban
wahai anak-anakku, muda belia dikau dibalut jiwa-jiwa penuh damba
titip ibu pertiwi jikalau daku tlah tiada!
tiap waktu, daku jualah risau sendiri
melenggang, menapaki titian peraduan kesunyian
walau tanpa fajar pengetahuan yang cukup
namun, sebersit tanggung jawab menerangiku
sendu, pohon randu bergoyang menari merindu
ilmu yang sepenggal lalu, amalkan walau pilu!
tiap tarikan nafas, oksigen menyebar ke seluruh tubuh
mereka bercerita tentang Indonesia, Pancasila, dan Nasionalisme ini
rasakan, nikmat sekali duhai anak-anakku
bersenandung dalam keseorangan tanpa teman
tapi, ramai dibuai ke-terang-an
laksana bunga teratai menari di padang pasir
ingat, air yang dikau reguk sekarang
tanah yang dikau tanami sekarang
itu semua ditebus dengan darah!
ya, darah para pahlawan nan mulia
ingatlah dikau dengan sketsa senjata dahulu kala?
bambu runcing melawan penjajah sang durjana
lihatlah sekarang semlohai anak-anakku
bambu runcing menjadi pena dan penjajah menjadi rasa malas
tusuk, maju serang rasa malas itu dengan penamu
agar kesuma bangsa tersenyum melihat penerusnya
mulut berkata agar mata membaca; telinga menyimak;
dan tangan menulis sebuah cahaya pelita bagi, nusa dan bangsa
Garut, Februari 2010
0 komentar:
Posting Komentar