Tafsir Sebuah Rasa

Oleh Ardi Mulyana H.

Kenangan yang terjerumus kala desau nafas dimadu perih pengalaman silam
Kupandangi jauh ke dalam
Yang ada hanya cermin seolah diri dibui oleh ketidaklekangan waktu
Kian saja kian terluka lirih oleh sayatan-sayatan perasaan
Itu dialah ketakziman yang menelikung sukma terdalam
Hatiku berkata:
“Jikalau mengemis cinta, bukan pula aku yang berbentuk fisik,
aku hanyalah sebutir pasir yang terdampar di riuhnya padang hati
hingga, tak nampak pula aku terjerumus dalam permainan bawah sadar,
semakin kujauhi, semakin pula menjadi gelora yang menafikkan dirinya
di malam seraut kerinduan, ada pula jiwa yang menikam sudut peristirahatan alam raya
hingga dirinya mengupas kulit ariku sampai aku tersungkur di wajah malam
cukuplah aku sendiri yang tahu tentang apa yang terpendam dalam lubuk qalbu,
biar aku sendiri yang menggembalakan nyanyian sunyi yang selalu kutembangkan
jika gemuruh pembaringan jasad-jasad perkasa terbangun dan tersedak karena mimpi buruknya;
merdeka pula di pucuk harapan tentang sebuah kidung yang ingin kulantunkan,
namun, tunggulah waktu yang akan terkenang
ketika sepasang wajah saling melempar senyuman pada hatiku,
yang satu adalah cintaku di dunia dan
yang satu lagi cintaku di akhirat, kelak kugenggam kedua tangan mereka
seraya kubawa pada puncak lamunan tertinggi yang manusia pernah miliki
dan kan kupersembahkan sepotong hatiku untuk mereka berdua
kala seraut tubuh tergerak oleh sepoinya angin yang membawanya padaku
untuk kupeluk sampai ajalku datang menjemput”


Garut, Maret 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Tulisan Populer