Bayang-bayang yang Keempat
Ardi Mulyana H.
Aku naikkan syukur ini ke hadirat-Mu
Kini, aku mulai masuk pada bayang-bayang yang keempat
Aku mencintai Nusantara ini karena-Mu
Dari Swarnadwipa sampai Papua
Dari Arun sampai Freeport
Dari Borneo memberikan salam pada Khatulistiwa
Dengan dua musim dan juga kekayaan alamnya
Kemarau dan hujan; susah dan senang
Jawadwipa, tempatku dilahirkan dari rahim seorang Ibu
Ibu, kini aku tlah beranjak senja
Belumlah sempat kuberikan sesuatu bagi Nusantara ini
Selain hanya kata dan makna
Ibu, aku teringat dengan tetesan darah para pahlawan
Aku ngeri Bu tak bisa meneruskan perjuangan mereka
Laksana air terjun yang takut akan musim kemarau
Tapi, dengan-Mu aku bisa
Berkahilah Nusantara ini dengan rahmat-Mu
Jadikan segalanya gemah ripah loh jinawi
Dengan tasbih kupersembahkan raga ini
Tiada daya serta upaya
Bangsa ini semakin lama semakin dilanda
Kami ingin Engkau menjaga akhlak kami
Akhlak para pemimpin kami juga
Politik ekonomi, ah apalah namanya aku tak mengerti
Aku hanyalah sebuah raga yang menyusuri jalan menuju kematian
Tiap hari berpeluang mati, maka bisakah kita untuk sombong diri?
Segala puji hanya untuk-Nya duhai Dzat yang tak pernah tidur
Berkahilah hymne Nusantara dalam syair ini yang kutulis sembari mati
Garut, September 2010
Aku naikkan syukur ini ke hadirat-Mu
Kini, aku mulai masuk pada bayang-bayang yang keempat
Aku mencintai Nusantara ini karena-Mu
Dari Swarnadwipa sampai Papua
Dari Arun sampai Freeport
Dari Borneo memberikan salam pada Khatulistiwa
Dengan dua musim dan juga kekayaan alamnya
Kemarau dan hujan; susah dan senang
Jawadwipa, tempatku dilahirkan dari rahim seorang Ibu
Ibu, kini aku tlah beranjak senja
Belumlah sempat kuberikan sesuatu bagi Nusantara ini
Selain hanya kata dan makna
Ibu, aku teringat dengan tetesan darah para pahlawan
Aku ngeri Bu tak bisa meneruskan perjuangan mereka
Laksana air terjun yang takut akan musim kemarau
Tapi, dengan-Mu aku bisa
Berkahilah Nusantara ini dengan rahmat-Mu
Jadikan segalanya gemah ripah loh jinawi
Dengan tasbih kupersembahkan raga ini
Tiada daya serta upaya
Bangsa ini semakin lama semakin dilanda
Kami ingin Engkau menjaga akhlak kami
Akhlak para pemimpin kami juga
Politik ekonomi, ah apalah namanya aku tak mengerti
Aku hanyalah sebuah raga yang menyusuri jalan menuju kematian
Tiap hari berpeluang mati, maka bisakah kita untuk sombong diri?
Segala puji hanya untuk-Nya duhai Dzat yang tak pernah tidur
Berkahilah hymne Nusantara dalam syair ini yang kutulis sembari mati
Garut, September 2010
0 komentar:
Posting Komentar