Prelude Oktober

Ardi Mulyana H.

hujan senantiasa merapat
berbagi dingin bersama angin
waktu berjalan kian padam
melangkah untuk bersua bersama hasrat
genting di luar menggaduh tertawa
tertimpa hujan di pertengahan oktober
senantiasa membagi cerita dan bertanya padaku:
apa yang akan kou tuliskan?
tanpa sempat kujawab
perlahan aku mulai menulis:
‘temaram, engkau yang mencumbu hujan
kian menyayat dan mencabik hati serasa ditikam waktu
menggugah pribadi yang meraut malam tanpa rembulan
berjalan hanya melalui pena dan kertas
berjalan hanya untuk pergi dari sunyi
memalingkan muka dari luka hati yang mencabik
karena, begitu rindunya aku pada kehangatan kasihmu
semlohai, mabuk aku dibuatnya tanpa sadar
detik pun merayap naik ke ubun-ubun
lakasana gelora yang kian memuncak
maka, tahukah engkau semlohai pengirim rindu?
aku pun begitu mereguk buliran hujan yang meriak
bagaikan sebuah debu halus di padang sahara’
hujan, gemawan menangis memilu
horizon padam memayungi tanah
pertanda, dingin dan rindu makin melegenda
di sini, di dalam mencenung arti


Garut, Oktober 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Tulisan Populer