DAUN JIWA
Oleh Ardi Mulyana Haryadi
Pagi menyusun embun dalam daun yang tak bertangkai
suasana bersahabat kian menjauh berubah menjadi benih-benih pertempuran
jika jiwaku menyepi batuk-batuk dalam udara pagi merona
sampai siang jelang hilang menghilang melayang tanpa kalang gemilang
kata-kata itu sering menggergaji pohon jiwaku
terkadang daun-daun itu berguguran tanpa aku sadari
merasa asa rasa terasa berasa mesra
pulang pergi sekan sekian serta merta
dalam cahaya remang daun itu berubah mengering tanpa sebab
embun-embun itu menjauh bagai magnet dua kutub berlawanan
jika alam tahu galaunya rasa ini
titip kasih sayang penggundah jiwa
serang terjang karang aral malang melintang
senyum sipu luluh lantak karang itu
sendu rindu menyapu qalbu
diriku menyeruak menyeka air mata tanpa kou pinta
Garut, 28 Oktober 2009
Pagi menyusun embun dalam daun yang tak bertangkai
suasana bersahabat kian menjauh berubah menjadi benih-benih pertempuran
jika jiwaku menyepi batuk-batuk dalam udara pagi merona
sampai siang jelang hilang menghilang melayang tanpa kalang gemilang
kata-kata itu sering menggergaji pohon jiwaku
terkadang daun-daun itu berguguran tanpa aku sadari
merasa asa rasa terasa berasa mesra
pulang pergi sekan sekian serta merta
dalam cahaya remang daun itu berubah mengering tanpa sebab
embun-embun itu menjauh bagai magnet dua kutub berlawanan
jika alam tahu galaunya rasa ini
titip kasih sayang penggundah jiwa
serang terjang karang aral malang melintang
senyum sipu luluh lantak karang itu
sendu rindu menyapu qalbu
diriku menyeruak menyeka air mata tanpa kou pinta
Garut, 28 Oktober 2009
0 komentar:
Posting Komentar